Pada Hari Terakhir pelaksanaan Ujian Nasional (Rabu), 6 April 2016 MAN Salatiga mendapatkan kunjungan dari anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah yang tergabung dalam komisi E yang membidangi Bidang Kesejahteraan Rakyat sosial, pendidikan, kesehatan, olahraga dan pemuda, pemberdayaan masyarakat dan perempuan, perlindungan anak, keluarga berencana, perpustakaan dan arsip daerah, RSUD dan RSKD, mental dan spiritual.
Turut serta dalam rombongan tersebut Wakil Walikota Salatiga, Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga serta sejumlah pejabat di lingkungan kota Salatiga. Hadir pula Kasi Kurikulum Kantor Wilayah Kementerian Agama Jateng, Bpk. Dr. Nur Abadi, M.Ag yang juga memberikan sambutan secara langsung kepada para tamu wakil rakyat tersebut.
Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk meninjau pelaksanaan Ujian Nasional di Jawa Tengah. Sebagaimana diketahui, pada tahun ajaran 2015/2016, terdapat 87 sekolah yang melaksanakan UN CBT di Jateng. Diantaranya 70 SMK, 10 SMA, dan 7 SMP. Sistem CBT sendiri belum diterapkan di semua sekolah karena butuh dukungan teknologi berupa ketersediaan komputer dan server.
Dalam kunjungannya di beberapa sekolah di Salatiga termasuk MAN Salatiga belum lama ini, tak luput menyoroti bahwa tidak semua sekolah sudah tersentuh teknologi, serta memiliki kemampuan yang sama dalam mengadakan seperangkat alat komputer. Dari sanalah, peran pemerintah yang bersinggungan langsung dengan dunia pendidikan menjadi penting dan wajib hadir dalam memikirkan keberlangsungan belajar para siswa.
Sebagai pribadi yang terdidik di bangku formal atau pun tidak formal, UN harus dikerjakan secara jujur, rendah hati sebagai tolok ukur menilai diri, serta UN bukanlah penentu hidup dan mati dari seorang siswa. Hanya saja, menghadapi UN semeskinya menghadapinya dengan keseriusan dan bersungguh-sungguh untuk menjalankan salah satu ujian dari banyaknya ujian yang datang setelah UN.
Jika pada sistim pendidikan yang dulu UN dinilai sebagai penentu kelulusan, maka dengan reformasi pendidikan yang kini terjadi, UN hanyalah salah satu aspek yang ikut menentukan kelulusan siswanya. Alangkah bijak sistim yang baru memperlakukan UN bukan sebagai raja penentu prestasi siswa selama tiga tahun, yang diuji hanya dalam tiga hari.
Dalam menuju kesamaan dan kebersamaan, UNBK semeskinya dijadikan momentum agar sekolah dan pemerintah berjalan bersama. Ibarat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, Pemerintah tidak boleh membiarkan adanya disparitas antara sekolah yang menggunakan UNBK dan sekolah yang masih melangkah pada jalur pelaksanaan UN konvensional. (M. Waston A, M.Pd)