Salatiga — Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Agama diharapkan dapat memahami dan mengimplementasikan moderasi beragama dalam sikap dan perilaku sehari-hari sesuai dengan salah satu program prioritas Kementerian Agama yaitu Moderasi Beragama. Sejalan dengan hal tersebut, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) Semarang menyelenggarakan kegiatan Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama di Hotel Grand Wahid Salatiga.
Selama 4 hari mulai tanggal 16 s.d 19 Februari 2023, sebanyak 48 peserta yang berasal dari lingkungan BLA Semarang, Balai Diklat Keagamaan Semarang, Kanwil Kemenag Prov Jateng, UIN Salatiga, Kankemenag Kota Salatiga, Kankemenag Kab. Semarang, dan Kankemenag Kota Semarang mengikuti giat tersebut. Kemenag Kota Salatiga sendiri mengirimkan 5 orang ASN sesuai kuota untuk mengikuti kegiatan.
Moderasi Beragama harus dipahami secara utuh oleh seluruh ASN Kemenag. Namun saat ini, sosialisasi program ini belum menjangkau seluruh ASN Kemenag, oleh karena itu BLA Semarang berinisiasi menyelenggarakan kegiatan orientasi pelopor. Diharapkan dengan kegiatan ini, semua peserta dapat memahami moderasi beragam secara utuh. Demikian disampaikan Kepala Balai Litbang Agama (BLA) Semarang, Anshori, melalui zoom meeting. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Suyitno juga hadir secara online. Beliau menyampaikan bahwa setiap ASN harus menjadi pelopor moderasi beragama karena dalam dirinya sudah tertanam empat indikator moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal. Setelah orientasi, para peserta diharapkan membuat rencana tindak lanjut berupa konten moderasi beragama.
Untuk menambah wawasan, cakrawala berpikir, dan pengetahuan para peserta, BLA Semarang menghadirkan narasumber kompeten/pakar moderasi beragama seperti Dr. (H.C.) K.H. Lukman Hakim Saifuddin sang pencetus ide moderasi beragama, Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M.Soc. Sc dan Prof. Dr.Phil. Sahiron, M.A serta difasilitasi oleh para fasilitator handal.
Lukman Hakim Saifudin yang akarab disebut LHS mengupas konsep moderasi sampai ke akar-akarnya. Moderasi sebenarnya menyasar pada pemahaman dan pengamalam beragama, bukan memoderasi agama. Agama itu given, pasti benarnya dan tidak bisa dimoderasi. Yang dimoderasi adalah cara memahami dan mengamalkan agama.
“Agama itu pasti benarnya, ia tidak perlu dimoderasi, yang di moderasi adalah cara kita memahami dan mengamalkan agama,” kata LHS. LHS menjelaskan moderasi fokus pada ajaran ushuli atau nilai-nilai universal seperti memanusiakan manusia, kemaslahatan, menegakkan keadilan bukan pada hal-hal furu’i atau partikular seperti perdebatan tentang tahlil, qunut, budaya, cara berpakaian dan sebagainya. Sementara itu, Prof Gunaryo lebih menekankan kepada sketsa keberagaman di Indonesia, bahwasanya keberagaman itu adalah sunatullah yang harus dirawat dan disikapi dengan kearifan, bukan untuk dihancurkan. Sedangkan Prof Sahiron hadir untuk memperlihatkan moderasi beragama dalam perspektif teologi agama, bahwa moderasi beragama itu sudah ada sejak Islam dilahirkan yang dibuktikan dengan tinjauan Al-Qur’an dan Hadits.
ASN Kemenag diharapkan mempunyai sikap, cara pandang, dan praktik beragama yang moderat serta kapasitas untuk menguatkan moderasi beragama dalam diri ASN seperti wawasan kebangsaaan, wawasan keagamaan, sikap diri, kecakapan, dan memahami konteks persoalan keagamaan yang terjadi di masyarakat. (Humas/YF).