Salatiga — Nazhir memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan wakaf produktif. Posisinya sebagai pengelola aset wakaf amat menentukan berhasil tidaknya pemberdayaan aset wakaf itu sendiri. Oleh karena itu, nazhir wakaf baik itu perseorangan, organisasi, ataupun nazhir berbadan hukum dituntut memiliki kompetensi dan profesionalitas dalam memberdayakan aset wakaf.
Pentingnya peran nazhir dalam pengelolaan wakaf menjadi dasar pelaksanaan Pembinaan Nazhir Wakaf. Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Kota Salatiga bekerja sama dengan Kantor Kementerian Agama Kota Salatiga bagian Penyelenggara Zakat dan Wakaf mengadakan kegiatan Pembinaan Nazhir Wakaf dengan tema Peningkatan Kompetensi Nazhir Wakaf dan Sosialisasi Regulasi Wakaf Uang pada hari Kamis (03/12). Bertempat di Aula Kaloka Gedung Setda Salatiga, kegiatan diikuti 50 peserta dari unsur Penyuluh Agama, PPAIW/Kepala KUA, Forum Nazhir, jajaran pengurus BWI Kota Salatiga, dan Operator Siwak. Turut hadir pula Kepala Kementerian Agama Kota Salatiga dan Gara Zawa.
Ketua BWI Perwakilan Kota Salatiga, Abdul Basith melaporkan sebanyak 62,5% tanah wakaf di Kota Salatiga sudah bersertifikat. Itu artinya BWI masih mempunyai PR (Pekerjaan Rumah) dalam pengelolaan tanah wakaf yang belum bersertifikat. Beliau juga berpesan kepada para peserta untuk dapat mengikuti kegiatan dengan baik, supaya ilmu yang didapat bisa disampaikan kepada masyarakat. “Saya harap warga Salatiga bisa memanfaatkan amanat wakaf yang telah diberikan sesuai rel, koridor, aturan, dan perundang-undangan yang berlaku,” pesannya.
Hadir sebagai narasumber, yaitu Ketua Perwakilan Badan Wakaf Indonesia Prov Jateng, Prof Noor Achmad, dan Kabid Penaiszawa Kanwil Kemenag Prov Jateng H. Ahyani. Dalam arahannya Prof Noor achmad menyampaikan bahwa sejak tahun 2004 sudah ada peraturan tentang wakaf, artinya perhatian Pemerintah terhadap wakaf sudah sangat baik. “Ada PP No 42 Tahun 2006 dan PP No 25 Tahun 2018 yang saling melengkapi. Namun pertanyaannya adalah apakah kita sudah care atau aware terhadap Undang-Undang tersebut? Ini menjadi tanggung jawab Nazhir. Lebih lanjut beliau mengatakan agar pengelola nazhir wakaf dapat meningkatkan pengelolaan khususnya atas tanah wakaf, sebab tidak menutup kemungkinan tanah wakaf akan digugat orang lain dimasa mendatang.
“Untuk itu langkah penting yang harus dilakukan adalah pensertipikatan tanah wakaf, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang telah diakui oleh Negara. Selain itu, melakukan pemeliharaan dan pengelolaan atas tanah wakaf itu, sehingga bermanfaat untuk kepentingan umat,” kata Noor Achmad. Ditambahkan oleh Noor Achmad selain tanah wakaf, yang perlu mendapat perhatian kita adalah wakaf tunai berupa uang. Ini juga potensi yang cukup besar dan dapat digunakan untuk kepentingan umat secara produktif, sehingga berdaya guna dan berhasil guna, tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, narasumber kedua yaitu Kabid Penaiszawa Kanwil Kemenag Prov Jateng H. Ahyani mengatakan BWI saat ini sedang gencar mencanangkan gerakan wakaf produktif dan wakaf uang yang selama ini belum menjadi tradisi Indonesia dan bertekad untuk melakukan investasi harta wakaf, baik berupa tanah dan uang di sektor property, perkebunan, manufaktur, rumah sakit dan sebagainya. Di Indonesia kebolehan wakaf uang ini difatwakan oleh komisi fatwa Majelis Ulama yang diatur dalam pasal 28 Undang-Undang nomer 41 tahun 2004 tentang wakaf, disebutkan wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang di tunjuk Menteri.
“Para ulama membolehkan wakaf uang yaitu dengan cara menginvestasikan dalam usaha bagi hasil (mudharabah), kemudian keuntungannya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Dengan demikian uang yang diwakafkan tetap, sedangkan yang disampaikan kepada mauquf’alaih adalah hasil pengembangan wakaf uang tersebut. Adapun mekanisme wakaf uang dilakukan dengan cara wakif mewakafkan dananya dengan menempatkan dana pada account nazhir yang ada di bank syariah (pada awalnya wadiah kemudian dapat ditempatkan pada tabungan/deposito mudhrabah),” pungkasnya. (Khusnul/Fitri/Avita)