Salatiga — Seksi Bimas Islam Kantor Kemenag Kota Salatiga menyelenggarakan Pembinaan Penyuluh Agama Islam Fungsional dan Non Fungsional bertempat di Aula Kecamatan Sidomukti, Rabu (19/05). Pembinaan penyuluh agama Islam kali ini bertemakan “Pengarusutamaan Moderasi Beragama dan Wawasan Penyuluh.” Dalam laporannya, Kasi Bimas Islam Kantor Kemenag kota Salatiga, Nurcholis menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh penyuluh agama Islam di lingkungan kantor Kemenag Salatiga yang telah melaksanakan tugas dengan baik. “Kami sangat menghargai kedisiplinan para penyuluh dalam menjalankan tugas. Selanjutnya kami berharap kedisiplinan itu juga diikuti dengan disiplin menyusun laporan tugas kepenyuluhan,” tegas Nurcholis.
Sementara itu Kepala Kantor Kemenag Kota Salatiga, Taufiqur Rahman dalam sambutannya menyampaikan bahwa penyuluh adalah pencerah, penerang masyarakat. Oleh karena itu, para penyuluh hendaknya mengajak masyarakat beragama secara moderat dengan cara-cara yang penuh hikmah. “Dalam konteks bernegara dan berbangsa kerukunan beragama sangat penting. Untuk mencapai kerukunan dibutuhkan sikap toleran dari seluruh elemen bangsa. Sementara sikap toleran itu dapat diwujudkan jika para pemeluk agama menjalankan agamanya secara moderat. Di sinilah peran penting penyuluh agama mengajak masyarakat bersikap moderat dalam beragama,” lanjut Taufiqur Rahman.
Pada kesempatan ini hadir sebagai pemateri Noor Rofiq, Ketua FKUB kota Salatiga dan Illya Muhsin, dosen syariah IAIN Salatiga. Noor Rofiq menyampaikan keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan dan keindahan bangsa. Lebih lanjut Noor Rofiq menyampaikan Salatiga sebagai kota tertoleran nomor satu di Indonesia adalah kota zero konflik. “Pemerintah kota Salatiga bertindak proporsional, tidak diskriminatif, dan supportif kepada masyarakat dalam menjalankan agamanya.” Sementara itu Illya Muhsin dosen IAIN Salatiga yang juga peneliti ormas dan ideologi trans nasional menyampaikan pemikiran dan cara kerja ormas yang berideologikan trans nasional. Biasanya ormas berideologikan trans nasional ini menggunakan justifikasi ayat-ayat qur’an yang penafsirannya disesuaikan dengan kebutuhan mereka. “Perlu dicatat sejak Rasulullah qur’an itu ya hanya satu. Ayat-ayatnya tidak berubah. Hanya cara menafsirkannya yang berubah disesuaikan dengan kebutuhan gerakan mereka. Mereka melakukan identifikasi masalah yang ada di negeri ini, mencarikan ayat-ayat al qur’an dengan tafsir mereka yang memperlihatkan bahwa semua masalah itu muncul karena Indonesia menerapkan sistem yang tidak Islami. Pada akhirnya mereka menyodorkan solusi penerapan sistem khilafah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul. Mereka dengan piawai membenturkan al qur’an dengan Pancasila,” papar Illya Muhsin lebih lanjut.
Melengkapi pemaparan kedua pemateri, Seksi Bimas Islam juga menghadirkan Mustaghfirin, Ketua Moderasi Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir untuk memberikan testimoni kegiatankelompok moderasi di RW 03 Kalioso, Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, kota Salatiga. Mustaghfirin yang juga ASN di MTs Negeri Salatiga menjelaskan terdapat 478 KK dari 16 RT di Kalioso. “Penduduk di Kalioso ini sangat beragam. Mereka pemeluk agama Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Konsep yang kami terapkan dalam menjaga kerukunan dan harmoni kampung ini adalah melaksanakan Tri Kerukunan Umat Beragama dan gotong royong dalam berbagai bidang yaitu ekonomi, sosial, pendidikan, ketertiban lingkungan, pemulasaraan jenazah, dan walimatul ‘ursy,” testimoni Mustaghfirin.(Mudjibah/Fitri)