Salatiga. Sebanyak empat puluhan pengasuh pondok pesantren yang mengelola santri pondok pesantren di Jawa Tengah mengkuti kegiatan Workshop Pembinaan Pondok Pesantren Pengelola Santri Warga Negara Asing yang dilaksanakan oleh Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Agama RI bertempat di Hotel Laras Asri Salatiga (31/8 – 02/09/2016).
Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Ahmad Gunaryo, SH., menyampaikan penghargaan yang setinggi-tinginya atas kerjasama yang baik antara Biro Hukum dengan para pengasuh Pondok Pesantren pengelola santri Warga Negara Asing, meski sesungguhnya kegiatan sworkshop seperti ini baru kali ini diadakan. Ia berharap agar para pengasuh ponpes tidak sungkan-sungkan untuk selalu berkonsultasi apabila menemui kesulitan atau permasalahan berkaitan dengan pengelolaan santri, ustadz atau tenaga ahli lain dari warga negara asing. Ia juga mempersilahkan kepada para pengasuh ponpes bila berkehendak untuk mengenalkan lembaga pendidikannya ke luar negeri, biro hukum dan kerja sama luar negeri kemenag RI akan siap membantu. Juga apabila ada diantara para pengasuh di lingkungan ponpes yang ingin menerbitkan tulisan-tulisannya akan dibantu diterjemahkan ke berbagai bahasa bagi kepentingan publikasi karya para santri atau ustadz ponpes ke luar negeri.
Dalam kegiatan tersebut kecuali dijelaskan tentang mekanisme pengurusan dokumen santri/ustadz warga negara asing juga diberikan pula beberapa materi yang berkaitan dengan pondok pesantren seperti materi tentang konsep Islam yang rahmatan lilalamin dan bahaya ajaran tentang terorisme dan radikalisme. Materi-materi tersebut disampaikan oleh para pemateri yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Para pemateri itu antara lain : KH. Ahmad Darodji (Ketua MUI Jawa Tengah), Dr. KH. Fadhola Musyafa, Lc, MA., KH. Aris Sodaqoh, Dr. Agus Sholeh serta Gus Yusuf Kudlori dari Pondok Pesantren Tegal rejo Magelang.
Ahmad Darodji dalam materinya menyampaikan pesan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki potensi konflik yang besar tetapi mengapa negeri ini malah relatif lebih aman dari pada negara-negara lain ? Hal ini salah satu faktor pendukung utamanya adalah karena Islam di Indonesia disebarkan oleh wali songo, yang di awal masuknya adalah para pedagang gujarat yang tentu tidak mungkin bila seorang pedagang dalam memasarkan dagangannya dengan kekerasan dan peperangan. Oleh karena itu pula mereka membawa agama Islam dengan penuh kedamaian dan kesejukan.
Sedangkan Fadhola Musyafa, menyatakan bahwa radikalisme itu ada tiga macam. Pertama, radikalisme di bidang pemikiran yang menganggap pemikiran orang lain salah dan hanya pemikirannyalah yang benar. Kedua, radikalisme berupa aksi yang ditunjukkan dari indikator-indikator dalam langkah-langkah gerakannya yang menunjukkan perbuatan radikal atau kekerasan. Ketiga, radikalisme dengan bukti perbuatan berupa peledakan BOM, penyanderaan, perampokan, perampasan dan lain sebagainya.
Adapun Agus Sholeh, menyampaikan pesan sekitar tentang mekanisme pengurusan dokumentasi santri warga negara asing di Indonesia. Kepada para pengasuh pondok pesantren agar senantiasa berpedoman pada regulasi yang ada, khususnya yang berkenaan dengan santri orang asing yang berada di Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan keagamaan terlebih khusus lagi yang berhubungan dengan lembaga pendidikan keagamaan. Regulasi yang mengatur hal tersebut adalah Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2016 tentang Tata Cara Kepengurusan Dokumen Orang Asing Bidang Agama. Dalam regulasi itu dituntut adanya peran Kantor Kementerian Agama di tingkat kota atau kabupaten dalam memberikan persetujuan atau rekomendasi setiap permohonan dokumen ke tingkat yang lebih tinggi. Harus pula diperhatikan akan pentingnya sponsor dalam setiap pengajuan permohonan dokumen bagi santri/ ustadz warga negara asing, hendaklah sponsor yang ditunjuk adalah sponsor yang berkompeten yang bertanggungjawab terhadap keberadaan orang asing yang dimaksud.
Pada materi berikutnya, Yusuf Khudlori (Gus Yusuf), memaparkan akan pentingnya tiga hal dalam pengelolaan pndok pesantren. Yakni ittihadul fahmi (kesatuan visi) para pengasuhnya, Ittihadul harokah (kesatuan pergerakan/ langkah) dan adanya ainur rohmah ( belas kasih ) para pengasuhnya.
Ada materi yang cukup menggelitik para peserta, yang jarang didengar di kalangan masyarakat yang disampaikan oleh KH. Haris Shodaqoh yang mengatakan bahwa penafsiran atau pemahaman ayat Alquran ada dua kategori, tekstual dan kontekstual. Kedua kategori tersebut sama-sama beresiko. Pemahaman tekstual akan berbahaya bila pemahamannya tidak secara utuh. Pemahaman kontekstual pun juga akan membawa resiko akan menjerumuskan kita ke paham liberalisme. Oleh karena itu dalam memahami atau menafsirkan ayat Alquran haruslah sesuai dengan asbabunnuzul dan menaati terhadap minhajul ulama ( metodolologi penafsiran yang telah ditentukan para ulama).
Dalam kegiatan ini Kantor Kementerian Agama Kota Salatiga menugaskan Kepala Seksi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (PAKIS), Nurcholis, M. Pd. I., sebagai peserta. Nurcholis-monic